Malam itu, hujan turun dengan derasnya, membasahi jalanan kota yang sudah sepi. Clara, seorang jurnalis muda, baru saja selesai menulis artikel di apartemennya yang terletak di lantai tiga sebuah gedung tua di pinggiran kota. Pukul 11 malam, lampu-lampu jalan mulai redup, dan suasana terasa sunyi.
Clara duduk di dekat jendela, menatap hujan yang mengguyur. Ketika matanya menyapu ke arah luar, dia melihat sesuatu yang aneh—seorang pria berdiri di bawah pohon besar di seberang jalan. Pria itu mengenakan jas hujan hitam dan topi lebar yang menutupi sebagian wajahnya. Clara mengerutkan kening. Kenapa pria itu tidak bergerak? Hanya berdiri di sana, menatap ke atas, langsung ke arah apartemennya.
Clara merasa tidak nyaman, namun mencoba mengalihkan perhatian dengan melanjutkan pekerjaannya. Namun, perasaan was-was itu kembali datang saat dia menoleh lagi ke jendela. Pria itu masih ada di sana, berdiri di bawah pohon. Kini dia bisa melihatnya lebih jelas—matanya yang tajam menatap tepat ke arah jendela Clara.
Jantung Clara berdegup kencang. Tidak mungkin, pikirnya. Mungkin hanya kebetulan atau salah lihat. Namun, semakin lama dia merasa ada yang tidak beres. Pria itu sepertinya sudah tahu bahwa dia sedang diamati. Tiba-tiba, pria itu melangkah perlahan, mendekati gedung.
Clara panik. Dengan cepat, dia menutup tirai jendela dan berlari ke pintu depan. Ponselnya hampir jatuh dari genggaman, dan tangannya gemetar saat ia mengunci pintu dengan cepat. Suara hujan dan angin seakan menjadi satu, menambah ketegangan di dalam apartemennya.
Tak lama setelah itu, terdengar ketukan pelan di pintu.
“Clara...” suara itu rendah dan tenang, namun terdengar menakutkan. “Aku tahu kamu di dalam.”
Clara membeku di tempatnya. Suara itu familiar, tapi dia tak bisa mengingat siapa. Dengan tangan yang gemetar, dia berusaha menelepon polisi, tetapi ponselnya mati begitu saja. Ketukan di pintu semakin keras, seolah tak sabar menunggu.
Akhirnya, dengan hati yang berdegup kencang, Clara memberanikan diri untuk membuka pintu. Namun, begitu pintu dibuka, dia terkejut.
Tidak ada siapa-siapa di depan pintu.
Tetapi, di bawah jendela apartemennya, pria itu masih berdiri, tersenyum dengan lebar, menatapnya dalam keheningan malam.
0 comments:
Posting Komentar