cr: pinterest
Arman adalah seorang editor berita yang sering pulang larut malam. Suatu malam, dalam perjalanan pulang, ia menerima pesan dari nomor tak dikenal.
"Jangan pulang. Dia menunggumu di sana."
Arman mengernyit. Pikirannya langsung menganggap ini lelucon, mungkin dari teman kantornya yang iseng. Ia mengabaikan pesan itu dan melanjutkan perjalanan.
Namun, saat ia mendekati apartemennya, perasaan aneh mulai menyelimutinya. Ada sesuatu yang terasa… salah. Lampu jalan di dekat gedungnya berkedip-kedip, dan udara malam terasa lebih dingin dari biasanya.
Tepat sebelum ia membuka pintu apartemen, ponselnya kembali bergetar.
"Aku sudah bilang, jangan masuk. Dia tahu kamu datang."
Arman menelan ludah. Ia menoleh ke sekeliling, tetapi lorong apartemennya kosong. Dengan tangan gemetar, ia memberanikan diri membuka pintu.
Gelap.
Saat ia melangkah masuk dan menyalakan lampu, jantungnya hampir berhenti.
Di sofa, seseorang sedang duduk. Sosok itu membelakanginya, tubuhnya kaku, seperti mayat yang sudah lama ditinggalkan.
Arman hendak berlari keluar ketika ponselnya bergetar sekali lagi.
"Terlambat. Dia sudah melihatmu."
Tiba-tiba, kepala sosok itu berputar… bukan dengan cara yang manusiawi. Dengan suara berderak, wajahnya kini menghadap Arman—wajah yang identik dengannya sendiri.
Sebelum Arman bisa menjerit, lampu kembali padam.
Apartemen itu sunyi kembali. Hanya ada satu pesan baru yang terkirim dari ponselnya.
"Jangan pulang. Dia menunggumu di sana."
0 comments:
Posting Komentar